Kamis, 27 Agustus 2009

AMALIAH RAMADHAN


























Dua kejadian terpenting di bulan Ramadhan adalah diwajibkannya Puasa dan turunnya Al-Qur?an. Al-Qur?an menjadi pedoman bagi orang yang bertaqwa dan puasa mengantarkan orang beriman menjadi mutaqqiin. Dan amaliyah Ramdhan terfokus pada dua aktifitas tersebut. Sedangkan amaliah lainnya tidak lepas dari ibadah untuk mengkondisikan hati dalam menerima Al-Qur?an dan upaya orang beriman untuk mengaplikasikan Al-Qur?an.

Untuk lebih mengetahui Amaliyah Ramadhan, maka kita harus melihat dan mencontoh amaliyah Rasulullah saw di bulan Ramadhan. Dibawah ini Amaliyah yang dilakukan Rasulullah saw. dibulan Ramadhan:


Shiyam (puasa)

Shaum atau shiyam bermakna menahan (al-imsaak), dan menahan itulah aktifitas inti dari puasa. Menahan makan dan minum serta segala macam yang membatalkannya dari mulai terbit fajar sampai tenggelam matahari dengan diiringi niat. Jika aktifitas menahan ini dapat dilakukan dengan baik, maka seorang muslim memiliki kemampuan pengendalian, yaitu pengendalian diri dari segala hal yang diharamkan Allah.

Dalam berpuasa, orang beriman harus mengikuti tuntunan Rasul saw . atau sesuai dengan adab-adab Islam sehingga puasanya benar.


Berinteraksi dengan Al-Quran

Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Quran (QS.2:185). Pada bulan ini Al-Qur?an benar-benar turun ke bumi (dunia) untuk menjadi pedoman manusia dari segala macam aktifitasnya di dunia. Dan malaikat Jibril turun untuk memuroja?ah (mendengar dan mengecek) bacaan Al-Quran dari Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam Maka tidak aneh jika Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam lebih sering membacanya pada bulan Ramadhan. Iman Az-Zuhri pernah berkata :?Apabila datang Ramadhan maka kegiatan utama kita (selain shiyam) ialah membaca Al-Quran?. Hal ini tentu saja dilakukan dengan tetap memperhatikan tajwid dan esensi dasar diturunkannya Al-Quran untuk ditadabburi, dipahami, dan diamalkan (QS.Shod: 29).

Pada bulan ini umat Islam harus benar-benar berinteraksi dengan Al-Qur?an untuk meraih keberkahan hidup dan meniti jenjang menuju umat yang terbaik dengan petunjuk Al-Qur?an. Berinteraksi dalam arti hidup dalam naungan Al-Qur?an baik secara tilawah (membaca), tadabbur (memahami), hifzh (menghafalkan), tanfiidzh (mengamalkan), ta?liim (mengajarkan) dan tahkiim (menjadikannya sebagai pedoman). Rasulullah saw . bersabda:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلّمَ القُرْآنَ وَعَلّمَهُ

? Sebaik-baiknya kamu orang yang mempelajari Al-Qur?an dan yang mengajarkannya?


Qiyam Ramadhan (Shalat Terawih)

Ibadah yang sangat ditekan Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam di malam Ramadhan adalah Qiyamu Ramadhan. Qiyam Ramadhan diisi dengan sholat malam atau yang biasa dikenal dengan sholat tarawih. Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قامَ رَمَضانَ إيماناً واحْتِسَاباً غُفِرَ لهُ ما تَقدّمَ مِنْ ذَنْبِهِ"

? Barang siapa yang melakukan qiyam Romadon dengan penuh iman dan perhitungan, maka diampuni dosanya yang telah lau? (Muttafaqun ?aliahi)


Memperbanyak Dzikir, Do?a dan Istighfar

Bulan Ramadhan adalah bulan dimana kebaikan pahalanya dilipatgandakan, oleh karena itu jangan membiarkan waktu sia-sia tanpa aktifitas yang berarti. Diantara aktifitas yang sangat penting dan berbobot tinggi, namun ringan dilakukan oleh umat Islam adalah memperbanyak dzikir, do?a dan istighfar. Bahkan do?a orang-orang yang berpuasa sangat mustajab, maka perbanyaklah berdo?a untuk kebaikan dirinya dan umat Islam yang lain, khususnya yang sedang ditimpa kesulitan dan musibah.

Do?a dan istighfaar pada saat mustajab adalah:

? Saat berbuka

? Sepertiga malam terakhir, yaitu ketika Allah SWT. turun ke langit dunia dan berkata:? Siapa yang bertaubat ? Siapa yang meminta ? Siapa yang memanggil, sampai waktu shubuh (HR Muslim)

? Memperbanyak istighfar pada waktu sahur. Allah Ta?ala berfirman, ?Dan waktu sahur mereka memohon ampun?.

? Mencari waktu mustajab pada hari Jum?at, yaitu disaat-saat terakhir pada sore hari Jum?at.

? Duduk untuk dzikir, do?a dan istighfaar di masjid, yaitu setelah menunaikan sholat Shubuh sampai terbit matahari. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:? Barangsiapa shalat Fajar berjama?ah di masjid, kemudian tetap duduk berdzikir hingga terbit matahari, lalu sholat dua rakaat, maka seakan-akan ia mendapat pahala haji dan umrah dengan sempurna, sempurna dan sempurna? (HR At-Tirmidzi)


Shodaqoh, Infak dan Zakat

Rasulullah saw. adalah orang yang paling pemurah dan dibulan Ramadhan beliau lebih pemurah lagi. Kebaikan Rasulullah saw. di bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus karena begitu cepat dan banyaknya. Dalam sebuah hadits disebutkan :

أفضل الصدقة صدقة رمضان

?Sebaik-baiknya sedekah yaitu sedekah di bulan Ramadhan? (HR Al-Baihaqi, Alkhotib dan At-Turmudzi)

Dan salah satu bentuk shodaqoh yang dianjurkan adalah memberikan ifthor (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Seperti sabda beliau:

من فطّرَ صائِماً كانَ لهُ مثْلُ أجرِهِ غَيْرَ أنّهُ لا يَنْقُصُ مِنْ أجْرِ الصّائِمِ شيئاً"

?Barangsiapa yang memberi ifthor kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut? (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).


Menuntut Ilmu dan Menyampaikannya

Bulan Ramadhan adalah saat yang paling baik untuk menuntut ilmu ke-Islaman dan mendalaminya. Karena di bulan Ramadhan hati dan pikiran sedang dalam kondisi bersih dan jernih sehingga sangat siap menerima ilmu-ilmu Allah SWT. Maka waktu-waktu seperti ba?da shubuh, ba?da dhuhur dan menjelang berbuka sangat baik sekali untuk menuntut ilmu. Pada saat yang sama para ustadz dan da?i meningkatkan aktifitasnya untuk berdakwah menyampaikan ilmu kepada umat Islam yang lain.


Umrah

Umrah pada bulan Ramdhan juga sangat baik dilaksanakan, karena akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasulullah kepada seorang wanita dari Anshor yang bernama Ummu Sinan : ?Agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara dengan haji bersama Rasulullah saw. ?.(HR.Bukhari dan Muslim).


I?tikaf

I?tikaf adalah puncak ibadah di bulan Ramadhan. Dan ?Itikaf adalah tetap tinggal di masjid taqqorrub kepada Allah dan menjauhkan diri dari segala aktifitas keduniaan.

Dan inilah sunnah yang selalu dilakukan Rasulullah pada bulan Ramadhan, disebutkan dalam hadits :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَه

? Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam ketika memasuki sepuluh hari terakhir menghidupkan malam harinya, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya? (HR Bukhari dan Muslim).


Mencari Lailatul Qadar

Lailatul Qodar (malam kemuliaan) merupakan salah satu keistimewaan yang Allah berikan kepada umat Islam melalui Rasulnya shalallahu ?alaihi wa sallam Malam ini nilainya lebih baik dari seribu bulan biasa. Ketika kita beramal di malam itu berarti seperti beramal dalam seribu bulan.

Malam kemuliaan itu waktunya dirahasiakan Allah SWT. oleh karena itu Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam menganjurkan untuk mencarinya. Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam bersabda:

?Carilah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan, dan carilah pada hari kesembilan, ketujuh dan kelima?. Saya berkata, wahai Abu Said engkau lebih tahu tentang bilangan?. Abu said berkata :?Betul? . ?Apa yang dimaksud dengan hari kesembilan, ketujuh dan kelima?. Berkata:? Jika sudah lewat 21 hari, maka yang kurang 9 hari, jika sudah 23 yang kurang 7 dan jika sudah lewat 5 yang kurang 5? (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Al-baihaqi)

Ketika kita mendapatkannya, Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk membaca doa berikut:

اللَّهمَّ إنَّكَ عَفُوٌ تُحِبُ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنىِّ


Menjaga Keseimbangan dalam Ibadah

Keseimbangan dalam beribadah adalah sesuatu yang prinsip, termasuk melaksanakan ibadah-ibadah mahdhoh di bulan Ramadhan. Kewajiban keluarga harus ditunaikan, begitu juga kewajiban sosial lainnya. Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam senantiasa menjaga keseimbangan, walaupun beliau khusu?dalam beribadah di bulaa Ramadhan, tetapi tidak mengabaikan harmoni dan hak-hak keluarga. Seperti yang diriwayatkan oleh istri-istri beliau, Aisyah dan Ummu Salamah RA, Rasulullah shalallahu ?alaihi wa sallam adalah tokoh yang paling baik untuk keluarga, dimana selama bulan Ramadhan tetap selalu memenuhi hak-hak keluarga beliau. Bahkan ketika Rasulullah berada dalam puncak praktek ibadah shaum yakni I?tikaf, harmoni itu tetap terjaga.[]


Sumber: PANDUAN IBADAH RAMADHAN (DSPPKS)

HIKMAH DAN MANFAAT PUASA



Pendahuluan
Puasa merupakan tempat pembinaan bagi setiap muslim untuk membina dirinya. Dimana masing-masing mengerjakan amalan yang dapat memperbaiki jiwa, meninggikan derajatnya, memotifasi untuk mendapatkan hal-hal yang terpuji dan menjauhkan diri-diri dari hal-hal yang merusak. Juga memperkuat kemauan, meluruskan kehendak, memperbaiki fisik, menyembuhkan penyakit, serta mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Dengannya pula, berbagai macam dosa dan kesalahan akan diampuni, berbagai kebaikan akan semakin bertambah, dan kedudukan-pun akan semakin tinggi.

Selain itu juga puasa memiliki berbagai rahasia besar yang ebagian di antaranya telah diketahui oleh banyak orang, sedang sebagaian lainnya tidak diketahui.

Dan di antara rahasia dan manfa'at puasa yang paling tampak jelas adalah sebagai berikut:

Pertama: Metode Yang Mantap untuk Melakukan Perubahan
Di antara manfa'at puasa yang agung adalah sebagai sarama menyiapkan seorang muslim dengan kekuatan yang menjadikannya mampu untuk melakukan latihan melalui puasa sehari-hari sehingga dia dapat menahan diri dari setiap yang dia suka dan cintai. Dan dia akan katakan kepada penguasa nafsu dan syahwat, "Tidak."

Dengan demikian dia telah berhasilmewujudkan kehormatan dan kedudukan yang tinggi atas syahwat dan ketamakannya. Sedangkan orang-orang yang tidak berpuasa adalah orang yang tidak mampu mengendalikan gejolak jiwa mereka, bahkan mereka selalu tunduk kepada syahwat dan keinginan mereka. Mereka adalah budak-budak yang hina, bahkan lebih buruk daripada budak-budak manusia.

Kedua: Sebagai Cara Penggemblengan Tentara.
Kehidupan militer dengan segala hal yang diharuskannya, baik berupa kekerasan, kekasaran, ketegaran, ketundukan pada perintah, serta kedisiplinan pada arahan-arahan komandan. Dan kita bisa daptkan pengejawantahannya secara praktis pada puasa.

Yang demikian karena puasa merupakan sarana penggblengan kekuatan fisik yang mengharuskan pelakunya untuk menmpuh satu manhaj (metode) tersendiri dalam kehidupannya, dimana tiang penyangganya beruapa ketegaran, larangan, dan bersabar atas pahit getirnya rasa lapar dan panasnya rasa kehausan, kelelahan fisik dalam mengendalikan diri serta menahan hawa nafsu dan mengekang keinginannya, seakan-akan seorang Muslim yang berpuasa itu seorang tentara yang siap mendengar dan mentaaati serta menjalankan perintah Rabb-nya tanpa penolakan atau pembangkangan.

Jika seorang tentara itu tunduk dan berpegang pada perintah serta menjalankannya di bawah pengawasan komandan, maka orang yang berpuasa menjalankan perintah tanpa pengawasan dari seorang pun, kecuali dari Allah Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, yang tidak akan pernah lengah dan tidur. Maha suci Allah lagi Maha Tinggi.

Ketiga: Puasa Memperkuat Keinginan.
Puasa dapat memperkuat keinginan, mendorong kemauan, mengajarkan kesabaran, membantu menjernihkan pikiran, menghidupkan pemikiran, mengilhami pendapat yang cerdas, jika seorang berpuasa akan dapat melangkah ke fase relaks, serta melupakan berbagai rintangan yang muncul akibat waktu luang dan terkadang keterputusasaan. Dan ketika seseorang memiliki seseorang keinginan yang kuat sehingga dia mampu mengatakan kepada pelaku kemungkaran, "Ini Mungkar". Dia juga bisa menhadapi segala bentuk hal-hal negatif yang ada di masyarakat. Sehingga dengan demikian itu dia telah menjadi seorang anggota masyarakat yang dinamis, yang akan membangun dan tidak merusak, melakukan perbaikan dan tidak melakukan penghancuran.

Keempat: Membentuk Akhlak Mulia
Puasa merupakan tempat pengglembengan diri orang yang berpuasa untuk membnetuk akhlak mulia, akhlak ketaqwaan, kebajikan, kebaikan, kepedulian, tolong-menolong, kasih sayang, kecintaaan, kesabaran, dan akhlak mulia lainnya yang dibangun oleh puasa pada diri orang yang menjalankannya.

Puasa dapat membentuk muraqabah (rasa selalu berada dalam pengawasan) bagi pelakunya. Bagi dirinya ada satu penjaga umum yang selalu mengawasi dirinya agar tidak ada sesuatu pun yang bersumber dari dirinya yang bertentangan dengan syari'at. Ia yang membinanya dari dalam sehingga darinya muncul amal-amal zhahir yang tunduk pada pengawasan ini.

Ibnul Qayyim mengatakan, "Puasa memiliki pengaruh yang kuat dalam menjaga anggota tubuh yang bersifat lahiriyah dan juga kekuatan batin serta melindunginya dari faktor-faktor pencemaran tersebut telah menguasai dirinya, maka ia akan rusak. Dengan demikian puasa, puasa akan menjaga kejernihan hati dan kesehatan anggota tubuh sekaligus akan mengembalikan segala sesuatu yang telah berhasil dirampas oleh nafsu syahwat. Puasa merupakan pembantu yang paling besar dalam merealisasikan ketaqwaan..." (Zaadul Ma'aad, (I/320)

Kelima: Mewujudkan Ketenangan Jiwa
Pergolakan akan berlangsung terus menerus anatar jiwa yang menyuruh berbuat kejahatan dengan jiwa antara jiwa yang menyuruh berbuat kejahatan dengan jiwa yang menyuruh berbuat kebaikan. Setiap kemaksiatan yang dilakukan oleh seorang muslim adalah akibat darim penguasaan jiwa yang menyuruh berbuat kejahatan. Sedangkan setiap upaya pendekatan kepada Allah yang dilakukan oleh seorang muslim adalah senjata kuat yang dipergunakan oleh jiwa yang menyuruh berbuat kebaikan.

Oleh karena itu, puasa akan membangun kekuasaan jiwa, menguatkan serta meneguhkannya untuk melaksanakan risalahnya dan memfungsikan perannya dalam menjaga kedaimaian dan ketenangan dalam diri seseorang. Peranan penting dari kekuasaan jiwa itu adalah pengarahan melalui kecaman dan teguran yang keras setiap kali gangguan jiwa berupaya untuk mengajak kepada kejahatan, memperdayainya atau menjebaknya agar tunduk kepadanya.

Keenam: Salah Satu Wujud Dari Kesatuan Umat Islam
Puasa merupakan satu penampakan praktis dari berbagai penampakan kesatuan kaum Muslimin, kesetaraan antara si kaya dan si miskin, penguasa dan rakyat, orang tua dan anak kecil, laki-laki dan perempuan. Semuanya itu berpuasa untuk Rabb mereka, seraya memohon ampuanan-Nya dengan menahan diri dari makan pada satu waktu dan berbuka dalam satu waktu juga. Mereka sama-sama mengalami lapar dan berada dalam pelarangan yang sama pada siang hari, sebagaimana mereka mempunyai kedudukan yang sama dalam mengibarkan syi'ar-syi'ar lain yang berkenaan dengan puasa.

Dengan demikian,puasa merealisasikan di masyarakat yang berpuasa semacam kesatuan tujuan, rasa, nurani, dan tempat kembali.

Ketujuh: Memiliki Pengaruh Besar Bagi Kesehatan Secara Umum
Pada puasa itu terkandung kesehatan yang besar dengan semua maknanya, baik kesehatan badan, perasaan, maupun rohani.

Dengan demikian, puasa dapat memperbaharui kehidupan seseorang dengan diperbaharuinya sel-sel dan dibuangnya sel-sel yang sudah tua dan mati serta diistirahatkannya perut dan organ pencernaan. Puasa juga dapat memberikan perlindungan terhadap tubuh, membersihkan perut dari sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna dan juga dari kelembaba yang ditinggalkan oleh makanan dan minuman.

Banyak para dokter menyebutkan berbagai manfa'at puasa, diantaranya adalah bahwa puasa dapat mempertahankan kelembaban isidentil sekialigus membersihkan pencernaan dari racun yang ditimbulkan oleh makanan yang tidak sehat, dan mengurangi lemak di perut yang sangat berbahaya bagi jantung, yang ia sama seperti pengasingan kuda yang akan dapat menambah kekuatannya untuk bergerak dan lari.

Selain itu, manfa'at puasa juga dapat membersihkan tubuh dari pencemaran yang buruk dan memberikan kesehatan serta kekuatan. Hal tersebut telah diakui oleh banyak dokter. Bahkan mereka telah banyak mengobati pasien mereka dengan menggunakan puasa ini. (Lihat Ma'ar Rasuul Fii Ramadhan, Athiyah Muhammad Salim.

Disadur dan di ringkas dari "ash-Shiyam Ahkaamun wa Adaabun" edisi Indonesia "Meraih Puasa Sempurna", Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayar. Penerbit, Pustala Ibnu Katsir Bogor.